TRAGEDI
BERBUAH
MUTIARA
Desau angin musim menghujan menelusup lewat kisi-kisi jendela kamarku. Malam dingin tapi jiwaku gerah, kucoba memejamkan mata karena waktu sudah larut kini peristiwa kemarin melintas dibenakku. Di tempat di mana aku dilahirkan. Dulu aku dikenal sebagai seorang gadis cantik yang mempunyai tubuh tinggi semampai serta gadis soleh. Orang yang berada disekitar aku sangat mengagumi diriku karena tiap suara adzan berkumandang aku tak pernah absen ke masjid. Aku sangat senang bergaul dengan masyarakat di tampat kelahiranku itu.
Siang itu 22 Mei 2004 aku menghadiri undangan sahabatku yang lagi merayakan ulang tahunnya, suasana hari itu sangat meriah tanpa kekurangan suatu apapun. Tapi disisi lain seseorang yang sangat aku cinta en sayangi (Reno) kini gelisah dalam menanti kehadiranku. Reno sudah kemana-mana mencariku tapi aku tidak nongol-nongol juga. Tak lama kemudian Reno datang ke rumah sahabatku yang bernama Dini lalu mengetuk pintu “tok…tok…tok, assalamu alaikum…” kata Reno ingin mengetahui apa ada orang di dalam. “walaikum salam” sahut Dini dari dalam kamar yang sedari tadi berbaring karena ia lagi gak enak badan, “Siapa di luar” kata Dini dengan suara yang lemah,.”Aku Reno” jawab Reno dari luar rumah Dini. “Oh kamu Ren, masuk aja, maaf yach aku tidak bisa bangun karena lagi sakit, “ kata Dini melanjutkan pembicaraan setelah melihat Reno. Dini pun melanjutkan pembicaraan dan berkata pada Reno “Emang ada apa? Tumben kamu datang tanpa Nila di sampingmu. “Nah,…itu dia makanya aku ke sini karena mencarinya, ngomong-ngomong di ke mana yach, Din?” kata Reno dengan wajah cemas karena tidak menemukan Nila di rumah Dini. Ohh…, iya aku ingat sekarang kamarin Nila mengajak aku ke rumah temannya yang lagi ngrayain Ultahnya, tapi aku menolaknya karena keadaanku seperti ini en katanya sepulang dari sana dia akan langsung ke sini” jelas Dini pada Reno. Khirnya Reno menunggu aja kedatangan Nila di rumah Dini sambil berbincang-bincang. Reno berusaha menghibur Dini yang lagi berbaring saat itu. Tak lama kemudian ibu Dini ke luar membawa segelas teh hangat dengan sepiring kue Bolu buatannya “Silakan di makan kuenya dan jangan lupa tehnya diminum” kata ibu Dini pada Reno dengan ramah dia pun menghampiri Reno dan berkata “eh, nak Reno dari tadi yach….?” Yach enggak juga kog baru aja, belum ada 60 menit tante, semuanya tertawa mendengar perkataan Reno, “ach kamu Ren, klo ngomong pasti membuat tante tertawa”kata ibu Dini dengan memegang pundak Reno “nah itulah tante ok’nya Reno yang selalu membuat orang tersenyum”puji diri Reno di hadapan Dini dan ibunya.
Dari tadi mereka bertiga berbincang-bincang dengan riang, tapi dibalik semua itu Reno masih gelisah menanti kedatangan Nila).
Disela perbincangan mereka Reno pun bertanya pada Dini “Kira-kira pukul berapa yach Nila datang?” ntar lagi kog dia pulang dan akan terus ke sini, aku yakin dia tidak akan mengingkari janjinya padaku, jadi tunggu aja, ok’ ” jelas Dini pada Reno dengan penuh keyakinan. “Eh, Din, ngomong-ngomong sekarang waktunya kamu minum obat” kata Reno pada Dini sambil melihat obat yang dari tadi disiapkan ibunya. “Iya thanks banget atas peringatannya” kata Dini sambil tersenyum manis.
Setelah Dini minum obatnya meraka pun melanjutkan perbincangannya itu, di tengah keceriaan mereka bertiga lalu terdengar ucapan salam dari luar dan memanggil-manggil nama Dini. “Dini…Din…aku udah datang nich” teriak Nila dari luar tanpa mengetahui kalau Reno ada di dalam rumah itu juga. “Nah, itu khan suara Nila” sahut ibu Dini setelah mendengar suara teriakan itu.
“Yach, kamu masuk aja Nil, en cepat ke mari” teriak ibu Dini dari dalam sambil ngumpetin Reno di belakang pintu. Dengan kehadiran Nila Dini dan ibunya tersenyum-senyum melihat Nila yang langsung memakan kue yang ada di piring itu. “Loh, Nil kamu lapar yach dari perayaan Ultah temanmu itu” kata Dini tanpa mempedulikan lagi Reno yang diumpetin di belakang pintu itu. Beberapa menit Nila pun sadar dan berkata “Iya say, aku betul-betul lapar nich abizt di sana tadi rame banget Sampe-sampe aku malu ambil kue lagi, he…he…he”dan aku berkata lagi “eh, nomong-ngomong tadi kamu ada tamu special yach,cieeee….sambil ngolokin Dini di depan ibunya en melihat secangkir teh manis.” “Iya, tadi ada tamu istimewa loh, tapi bukan tamu istimewanya Dini melainkan tamu itu yang sangat mengistimewakan kamu, Nil” Ujar ibu Dini dengan cepat agar tidak menimbulkan kesalahpahaman nanti diantara mereka bertiga. “Loh, siapa tante” tanyaku pada Dini dan ibunya yang penuh rasa bahagia karena ternyata selama ini ada juga orang yang sangat mengistimewakan aku, “Tapi orang itu siapa sich tante?” tanyaku pada ibu Dini “kamu penasaran yach, en kalau orang itu ada di depan kamu gimana?” tanya ibu dini padaku yang masih penasaran banget. “Yach, dengan senang hati tante aku menemuui dia” jawabku dengan cuek tapi masih penasaran juga sich…”Kalau kamu mau bertemu orang itu coba kamu lihat ke arah sana”kata ibu dini sambil menunjuk ke arah pintu tempat Reno diumpetin. Aku pun melihat sesosok tubuh yang agak tinggi berkulit putih yang ada di balik pintu itu. “Kamu Ren, kog kamu ada di sini?” tanyaku pada Reno sambil malu-malu karena tadi aku langsung makan kue itu yang ternyata untuk dia. “Iya, kenapa Nil, kamu heran yach aku ada di sini? Kata Reno padaku lagi sambil melangkah mendekati aku. “Nil, dari tadi aku mencari kamu kemana-mana, tapi aku tak menemukanmu jadi aku ke sini aja tuk mencarimu. Reno beranjak dari tempat duduknya lalu memanggilku ke luar supaya perbincangan kami tidak kedengaran oleh Dini ama ibunya.
“Ada apa Reno…” aku bertanya dengan perasaan gundah. “Nggak ada apa-apa kog’ kamu jangan cemas gitu donk sayang” Rayu Reno saat melihat wajah aku yang penuh kebingungan. Hari ini adalah pasti hari kebahagiaan kami berdua. Kata Nila dalam hati “Ren, sebenarnya ada apa sich, kamu jangan membuat aku penasaran nich” tanyaku lagi pada Reno yang masih tersenyum-senyum di depanku. “Nil, hari ini merupakan hari kebahagiaan cinta kita yang selama ini kita bina bersama yang penuh dengan suka duka” kata Reno pada Nila dalam mengawali pembicaraannya itu. “Ini merupakan kejutan bagi kita berdua dari orang tuaku, jadi kuharap kamu juga bahagia. Nila, sebentar malam orang tuaku ada rencana mau ke rumahmu” kata Reno ada apa dia mau datang ke rumahku? Cetus Nila memotong pembicaraan Reno. Reno berusaha menenangkan pikiran aku. Nila maksud orang tua aku tuch baik, dia ingin melamar kamu untukku, kamu setuju khan…? Jelasnya padaku. Dengan rasa senang dan haru mengelilingi ruangan itu. Aku mengulang apa benar apa yang kau katakan itu, Ren.Tegasku padanya dan Reno pun membalas dengan senyuman manis untukku dan memeluk tubuhku yang kecil ini dengan penuh rasa sayang. Setelah pembicaraan kami selesai, kami pun masuk ke kamar untuk menemui Dini yang lagi terbaring di spring bednya itu dan ibunya yang lagi menunggui anak semata wayangnya yang sakit itu. “Tante, Dini, kami pamit dulu yach karena hari sudah sore, lekas sembuh yach sobatku” kataku pada mereka berdua. “Iya, hati-hati di jalan yach” nasehat ibu Dini pada kami yang aku anggap seperti orang tuaku sendiri.
▼▼▼
Sebenarnya ini merupakan surprise bagiku karena kemarin sudah ada orang yang meyampaikan hal ini pada orang tuaku. Jadi entar malam pukul 20.00 WITA kepastiannya. Mmmh….waktu yang kunantikan kini tiba saatnya. Ternyata apa yang dikatakan Reno siang tadi benar. Kedua waki orang tuanya itu datang dan mengulurkan tangannya untuk menekan bel rumah. Saat itu hatiku sangat deg-degan dan terkejut ketika pintu itu sudah terbuka. Sebuah senyum mengembang dari sosok yang membukakan pintu, senyuman itu berasal dari orang tuaku sendiri. Kedua tamu itu pun dipersilakan masuk dengan penuh rasa hormat dari keluarga kami.
Saat itu aku masih ragu dengan keputusan yang akan diambil orang tuaku. Ternyata apa yang selama ini kami harapkan kini menjadi kenangan pahit dalam hidupku. Usaha yang dilakukan orang tua Reno untuk menjadikan aku manantunya itu tidak mendapat kepastian. Setelah orang itu pamit pulang, ibuku pun langsung menemui aku di kamar. Dengan rasa ingin tahu aku tak segan-segan lagi untuk bertanya pada ibu tentang keputusan yang diambil ayahku tadi. “Ibu, bagaimana keputusannya tadi? Sembari ibuku menjawab itu belum ada kepastiannya, nak…karena ini yang dipermasalahkan adalah jujurannya aja yang mana ayahmu menginginkan tiga puluh juta rupiah, padahal itu melebihi dari kemampuan pihak lelaki.”. Aku tidak dapat berkata apa-apa lagi kecuali air mata yang berlinang membahasahi pipiku yang tembem ini.Nil, kamu yang sabar yach, pasti masih ada lelaki yang lebih baik dari Reno yakinlah dalam hati bahwa Allah akan memeberikan kamu yang terbaik nantinya” cetus ibu membangkitkan semangatku yang hampir putus asa. “ Tapi kenapa harus aku yang mendapatkan masalah serumit ini, bu’” kataku dengan penuh rasa kesedihan. Aku pun ditinggal ibu sendiri di kamarku dengan tujuan supaya aku merasa lebih tenang. Dan keesokan harinya aku dipanggil makan oleh kakakku tapi perasaan lapar itu nggak ada samasekali akhirnya ibu akulah yang datanguntuk membujukku. “Nak, sebenarnya ayahmu menolak lamaran itu karena beberapa tahun yang lalu kata-kata yang pernah dilontarkan ibunya Reno pada keluarga kita itu masih terbayang-bayang di pikiran ayahmu.” Ibu pun melanjutkan ceritanya itu padaku mulai dari A sampai Z. Aku hanya aku hanya menghembuskan nafas untuk melegakan perasaan sedihku setelah mendengarkan penjelasan ibu padaku. “Nah, kamu uda tahu semuanya khan, jadi sekarang kamu udah ngerti alasan ayahmu itu. Sekarang kamu ikut makan dulu bersama kami biar kamu ga sakit” bujuk ibu padaku lgi. “Iya dech bu’,aku akan makan tapi nantilah” jawabku pada ibu.
Karena aku belum menghampiri mereka di meja makan, ibu datang lagi ke kamarku. Aku merasa bahwa hanya ibukulah yang dapat mambantu aku sekarang menyelesaiakan masalah kesedihanku in,akhirnya aku angkat bicara lagi di depan ibu “Bu’ aku sadar akan apa yang pernah ayah dan ibu alami tapi kanapa sich baru kali ini aibu ceritakan yang sebenarnya pada aku, kenapa bu’ apa ini semua ada unsur dendam pada keluarganya yang telah melukai perasaan ayah dan ibu?” Ibuku saat itu tidak berkata apa-apa lalu meninggalkan ruang itu, hanya air mata kesedihan yang ibu lontarkan dan kata yang tak nyaris aku dengar dari mulutnya bahwa kami tidak pernah ada niat untuk dendam pada mereka.
Beberapa bulan kemudian aku memberanikan diri keluar dari rumah dan menuju ke toko buku sambil mencari-cari komik kesayanganku, tiba-tiba sesosok pria menghampiriku yang membuat hatiku hampir copot “Ach…Reno…” kataku (sambil meletakkan komik yang kubuka itu dan mengerutkan jidat).Aku bertemu dengan Reno tanpa sepengatahuan keluargaku. Suasana senang bercampur gundah menghiasi ruangan itu.
“Reno!…”
Reno pun masih terpukau juga ketika aku berdiri di depannya dan dia hanya melemparkan senyuman maniesnya padaku tanpa berkata apa-apa, akupun membalas senyumannya dengan yang lebih maniez.
“Slama ini aku gak pernah lihat kamu Nil, kamu baik-baik aja khan…? ”Tanya Reno padaku dan mengulurkan tangannya seperti ingin merangkul tubuhku yang kecil ini. “Yach aku baik-baik aja kog.” Jawabku padanya dan kamu sendiri gimana,Ren?” tetap diam menatap wajahku sampai aku merasa grogi. “Heiii…kog kamu diam aja sich” kataku (sambil menepuk pundaknya) “Ach, enggak aku masih terkesima melihat kecantikanmu dan yach…ginilah keadaan aku sekarang selama kita rundung kesedihan, namun kita tidak boleh larut dalam kesedihan itu” nasihat Reno padaku.
“ya ampun, Nil kamu banyak berubah” kata Reno memulai pembicaraan sambil menatapku lagi. “Ach, nggak kog” cetusku pada Reno. “Nil, kamu jangan larut terus dalamkesedihan, kamu juga harus pikirkan kesehatanmu” lanjut Reno menasihatiku setelah beberapa kali memandang tubuhku yang agak kurusan dibanding sebelumnya. Tanpa sadarkan diri aku lupa akan komik yang ada ditanganku, tiba-tiba aku meletakkan komik itu di tempanya semula kami pun melangkah keluar untuk mencari tempat yang nyaman untuk ngobrol serta aman dari keluargaku.
Beberapa menit kemudian kami mendapatkan tempat yang aman aku dan Reno duduk berhadapan sambil menikmati juice tanpa semangat. Kami hanya diam sejenak dan melanjutkan pembicaraan. “Jadi kamu anggap ini masalah sepeleh aja, gitu” Kata-kata itu keluar dari mulutku yang udah kesel ma reno yang menganggap itu adalah maslah yang sepeleh. “Bukan, bukan gitu maksudnya, tapi aku dan orang tuaku ada cara untuk kita supaya bersatu lagi eperti dulu.” Jelas Reno padaku. “maksud kamu…???” Dengan wajah penasaranku. Aku ingin membawa kamu pergi jauh dari orang tua kita, di sana kita akan hidup bahagia dan suatu saat orang tuamu akan merestui juga hubungan kita, bagaimana kamu mau kahn…? Bujuk Reno padaku. Pada saat itu pula aku merasa kebingungan memikirkan kata-kata Reno. “baiklah aku akan pikirkan dulu” cetusku. Tapi Reno hanya bisa memberikan aku waktu 24 jam untuk bisa memberikan suatu keputusan. Kalau mau kita akan pergi jauh secepatnya kamu jangan khawatir kita akan berangkat dengan bantuan orang tuaku dan kita akan bertemu di suatu tempat dan kamu tunggu aja nanti aku akan jemput kamu di sana, bagaimana” “Okey, klo gitu aku akan menunggu jawabanmu secepatnya.” Lanjut Reno menjelaskan rencananya itu. Beberapa jam kemudian Reno pamit padaku dan menuju ke rumah Udin sahabatnya, dia pun beranjak dari tempat duduknya dan aku juga akan kembali ke rumah.
Aku masih terkesima
Melihat kecantikanmu
Saat ini
Setiba di rumah aku langsung masuk kamar tanpa memperdulikan siapa yang duduk di ruang tamu itu. Ibuku pun datang menghampiriku di kamar dan berkata “Nil, kamu dari mana aja sich…datang-datang dengan wajah yang kusut sperti itu, nak?” ach nggak kog bu’ aku hanya cape’ dari rumah Dini. Cetusku pada ibu dengan rasa bersalah karena telah membohonginya. Kata-kata Reno tadi masih membuat aku bingung dalam memilih. Keesokan harinya aku sudah mempunyai keputusan, tapi aku tidak ingin menyampaikan langsung di depannya melainkan hanya secarik kertas yang melayang untuk Reno.
Lembayung, 01 Juni 2004
Reno, sayang…..!
………………………………………………………………
………………………………………………………………
………………………………………………………………
Tentang pertanyaan kamu yang kemarin aku udah
punya jawabannya yakni aku tidak bisa ikut dengan
apa yang telah kamu rencanakan itu. Aku tidak
mau membaut keluargaku malu karena
cemoohan tetangga…………………………………………
………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………..
………………………………………………………………………………….
Dan aku ingin melanjutkan studiku di salah satu Universitas
di Sul-Sel.
Dari yang menyayangimu,
Nila Ulandari
Dengan keputusan yang aku ambil, akhirnya Reno pun enggak jadi meninggalkan kampung halaman kami.
Beberapa bulan kemudian pertemuan dan komunikasi yang salama ini terjalin kini membuat aku menghindari dan berusaha untuk melupakannya demi keluargaku aku rela kehilangan dirinya. Dengan niat untuk melupakannya aku harus memilih jalan untuk melanjutkan studiku di salah satu Universitas di Sul-Sel.
Tak terasa tiga bulan lamanya aku ngekost di sana, tiba-tiba aku teringat akan Reno disaat aku sendiri. “Reno…mengapa kita harus mengalami semua ini” kataku dalam hati yang sedang meratapi nasibku ini.
▼▼▼
Seperti tahun-tahun sebelumnya semua mahasiswa sibuk dengan buku-bukunya, begitu pula dengan hari-hariku selalu dipenuhi dengan tugas-tugas yang bertumpuk. Di tengah kesibukanku dalam mengerjakan tugas tiba-tiba aku dikejutkan sesosok pria yang tidak asing lagi di mataku. “Reno….apa aku nggak bermimpi….(kataku disaat melihat Reno yang masih berdiri di depan jendela dekat aku mengerjakan tugas yang harus dikumpul secepatnya, mengingat dosenku itu orangnya disiplin banget). “Iya, kamu nggak bermimpi….aku jauh-jauh ke sini karena aku merindukanmu” ujar Reno.
“Ayo masuk jangan berdiri di situ” kataku sambil mempersilakan ia masuk rumah. Sambil melangkah masuk Reno pun berkata “Iya nich dari tadi kaki aku pegel berdiri tanpa dipersilakan masuk”. “Abizzz, kamu sich nggak kasi kabar dulu kalo kamu mau ke mari, tapi nggak apa-apalah.” Cetusku lagi. Kami pun tertawa dengan penuh kesenangan seperti nggak pernah ada masalah dalam keluarga kami, semuanya berjalan santai aja.
“Nil, dari tadi aku perhatikan sepertinya kamu udah berubah drastis, aku yakin kamu udah punya peggantiku di hatimu” kata Reno. Aku hanya menunduk sambil memperhatikan sebotol teh sosro yang ada di depanku. “Bukan” lirihku sambil mempermainkan pena yang ada di tanganku. “Tapi ini benar-benar udah ngelupain aku, bahkan mungkain kamu nggak ingin mengenalku lagi, buktinya kau pergi meninggalkan tanpa kata dan bahkan selama ini kamu nggak pernah telpon aku ataupun SMS. Ataukah kamu inginkan hubungan kita berakhir saat ini, iya?” Wajah Reno terlihat lebih kesal setelah mengeluarkan kata-kata itu di depanku. Aku tidak bisa berkata apa-apa di depannya, tapi dalam hatiku ini berkecamuk ingin mengatakan kata putus itu, namu aku tank sanggup juga karena aku masih sayang padanya. “Apa benar kamu inginkan kita P U T U S saja begitu” Reno mengulangi pertanyaannya dengan lebih hati-hati.
“Putus katamu, kamu jangan bercanda dech Ren…?” aku angkat bicara saat mendengarkan kata putus yang kedua kalinya keluar dari mulut Reno. Reno minum teh botol sosro yang ada di depannya. Dan aku hanya menatap wajahnya dalam-dalam.
“Aku masih tercengang seakan-akan ada mendung yang menghiasi sepasang mataku.” Bisa aja untuk menghindari linangan air mataku Reno pun mengalihkan pembicaraan ke arah pendidikan yang aku tekuni sekarang.
“Bagaimana dengan kuliahmu, lancar-lancar aja khan? En tetap selalu dapat predikat A?” kata Reno. “Yach semuanya lancar-lancar aja walupun dengan tugas yang bertumpuk seperti saat sekarang ini. Enggak semuanya dapat predikat A, tapi masih bagus walaupun sedikit menurun, entah mengapa akhir-akhir ini aku malas dengan urusan kuliah…aku lebih banyak diam di kampus dan….”kataku (tertunduk karena merasa sedih).Reno menatap dan tau klo aku mengalami kesedihan.
“Dan apa…, ataukah kamu sedih karena aku datang?” Tanya Reno secara antusias. “Bukan itu, tapi aku bingung memikirkan hubugan kita yang tetap berjalan padahal kita tau bahwa orang tuaku tidak merestui hubungan kita, jdi aku pikir klo hubungan kita cukuplah sampai di sini saja sesuai apa yang kamu tanyakan sedari tadi padaku. Dan aku semoga kamu mendapatkan pendamping yang lebih baik.” Lirihku pada Reno.
“Baiklah kalo itu emang maumu en yang meupakan keputusanmu terakhirmu.” Kata Reno lalu permisi padaku untuk meninggalkan ruangan itu dan melangkah ke arah Jupiter birunya yang dari tadi diparkirnya itu.
Aku hanya bisa memandang keergiannyadengan penuh rasa kurang semangat karena aku telah memutuskan orang yang selama ini ngertiin en menyayangiku. Dengan lajunya Jupiter menghilang dipelupuk mataku dan aku pun melangkah ke kamar untuk melanjutkan lagi tugas-tugasku yang masih menumpuk. Tak lama kepergian Reno datanglah Dian mengetuk-ngetuk pintu kamarku, tok..tok…tok (Dian mengetuk pintu kamarku) “ayo masuk aja pintunya anggak terkunci kog” sahutku dari dalam kamar. Dian menghampiriku dan bertanya “Kenapa aku lihat Reno cepat pulang dan wajah kamu yang kusut gitu, ada ap sich dengan kalian lagi, beranteeem…atau kamu nyesel karena dia cepat pulang?” “Kamu jangan ngaur menilai wajahku ini, nah coba kamu lihat wajahku cantik khan (berusaha tersenyum)” kataku untuk menutupi kesedihanku di depannya, tapi semuanya itu tidak berhasil karena Dian tetap melihat tak biasanya aku sperti itu. “Kamu memang cantik, Nil tapi dengan usahamu untuk tersenyum itu tersimpan kesediahan yang mendalam” cetus dian padaku. “Iya, tadi aku mutusin reno padahal dia jauh-jauh datang ke mari hanya untuk mengobati rasa rindunya padaku. Aku harus melupakan dia walaupun itu sulit bagiku. Aku mutusin hubungan itu karena buat apa dipertahankan terus jika orang tuaku enggak merestui hubungan kami, jadi buat apa lagi…” kataku pada Dian yang serius mendengarkan keluhanku.
“Dia sakit hati karena keputusanku tadi, dia layak membenci aku” lanjut kataku pada Dian.
“Kamu sich mutusin dia begitu aja tanpa alasan yang ….” Kata Dian
“Tentu saja dengan alasan yang jelas donk, khan tadi aku uda katakan padamu kalo buat apa lagi dipertahankan jika enggak ada restu dari orang tuaku” jawabku dengan penuh kekesalan pada Dian.
“Oh.. gitu, jadi kamu udah yakin dengan keputusanmu itu? Yach sudahlah kalo itu adalah keputusan yang terbaik. Sekarang biar kamu enggak sedih bagaimana kalo kita keluar dulu jala-jalan ke swalayan biar enggak muyek di kamar.okey” Ajak Dian melanjutkan perkataannya lagi.
▼▼▼
Keesokan harinya aku teringat dengan kenang-kenangan bersamanya, tapi merupakan hal yang indah kalo direnungkan lagi. Yach itu hanya masa lalu kami saja. Aku yakin bahwa orang tuaku enggak menerima lamaran itu krena masih dilema dengan orang tuanya apalagi saat itu Reno belum punya pekerjaan yang jelas yang semuanya masih bergantung pada orang tua. Masalah itupun menjadi batu sandungan
Sekitar pukul 10.00 WITA Dian datang lagi ke kamarku karena kebetulan hari itu enggak ada dosen yang masuk.
“Nil, apa kamu enggak nyesel dengan dengan keputusanmu itu?” tanya Dian.
Aku tersenyum saja, ach andaikan waktu bisa kembali….” Kataku.
“Jadi kamu nyesel yach… maksudku kamu masih mencintai Reno khan…?” kata Dian.
“Entahlah, aku hanya tertunduk dan semuanya telah berlalu.” Kataku.
“Kamu sungkan dan enggan bicara padaku yach…karena aku akrab juga dengan Reno atau kamu takut kalo aku sampaikan semua ucapanmu itu pada Reno. Iya khan…? Kata Dian sambil bernapas panjang.
“Dian seandainya kamu tahu yang sebenarnya…” kesahku.
“Tau apa…bukankah kemarin kamu udah ceritakan semuanya padaku?” kata Dian.
“Itu belum seberapa, sebenarnya aku masih mencintainya. Dia masih selalu hadir di pikiranku. Oh…tidak aku harus berusaha melupakannya” Ujarku pada Dian.
“Nila……sambil mengampiriku, kamu harus tau kalau kemarin dia ke sini karena dia sangat mencintaimu, dia juga selalu memikirkan kamu.” Kata Dian.
“Kog kamu tahu…?” tanyaku
“Kamu jangan salah faham dulu, semalam dia telpon aku katanya demalam kamu enggak angkat telponnya, yach…?”tanya Dian padaku.
“Kamu harus tahu juga yang sebenarnya. Dulu ia pernah menulis surat untukmu tapi entahlah kenapa enggak jadi diberika padamu. Dia terpuruk dan kecewa banget dengan keputusanmu itu. Kamu amat berarti dalam hidup dia, Nil..” jelas Dian
“Kamu jangan ngarang, sok tau aja kamu….uuuh” kataku sambil tertawa dan melemparkan bantal ke arahnya.
“Bener aku engak ngarang kog, aku udah nganggap dia sebagai sahabatku juga, aku juga bisa merasakan kesedihannya itu. Dulu saat kalian masih bersama aku juga merasakan kebahagian.” Cetus Dian lagi.
“Dulu perbedaan yang ada diantara kalian itu bisa disatukan, kesalahpahaman bisa diluruskan, tapi mungkin semua ini sudah enggak bisa lagi diselamatkan karena kau udah mengambil suatu keputusan.” Ujar Dian
“Yach, itu sudah tak mungkin lagi diperbaiki.” Ucapku serupa kesedihan yang mendalam.
“Nil, sebenarnya masih ada yang ingin aku sampaikan padamu sesuai dengan apa yang disampaikan Reno padaku, tapi aku enggak bisa melihat kamu sedih lagi hanya karena dia.” Kata Dian menghela.
“Ada apa lagi sich…kamu jangan membuat aku penasaran aja.” Sahutku
Dian pun ngolokin aku “Cieeee….. penasaran yach. Nah itu berarti kamu masih cinta juga ma Reno.” Emangnya ada apa sich…?” tanyaku lagi.
“Gini Nil, saat Reno nelpon dia enggak lupa nanyain keadaan kamu. Oia Nil, dia ingin sampaikan kalo bulan depan Reno akan merried dengan seorang wanita pilihannya sendiri.” Hatiku senang campur sedih mendengarkn cerita Dian.
“Syukurlah, kalo gitu.” Kataku dengan suara yang lantang untuk menutupi kesedihan itu.
“Dengar Nil, Dian mendekati aku. “ Reno enggak bisa ngelupain kamu! Ia juga masih mencintaimu.”
Kini wajahku kian memerah mendengarkan semua cerita Dian tentang Reno. “Yach mau diapalagi nasi sudh jadi bubur” sambil menarik nafas panjang.
Tak lama kemudian Nila pun pamit untuk ke kamarnya lagi setelah semua pesan Reno disampaikan padaku.
Dengan kesendirianku lagi aku hanya bisa merenungi kata-kata Dian tadi. Mudah-mudahan dengan pilihannya itu dapat membuat dia bisa melupakan akudan hidupnya bahagia. Entah mengapa air mata ini tidak bisa dibendung lagi.
Hampir setahun setelah pernikahan itu berlangsung, pendidikanku dibangku perkuliahan selesai juga. Dan aku mulai meniti karirku sebagai guru di salah satu sekolah menengah pertama.
Malam yang penuh kegerahan membuat tubuhku gelisah. Tiba-tiba hand phone yang ada di sampingku berdering, tanpa aku hiraukan karena aku tau bahwa nomor yang menari-nari di layar Hand phone it adalah nomor Reno. Tanpa aku hiraukan SMSnya pun masuk di Hand Phoneku. Hatiku sangat terkejut membaca SMS itu karena asalnya dari Reno. Dia menanyakan lagi kabarku dan membujuk aku supaya menjalin hubungan lagi dengannya yang sudah lama menghilang dalam kehidupanku karena pilihannya itu tidak dapat memberikan kebahagiaan.
Itu enggak mungkin terjadi karena aku enggak ingin menjadi orang ketiga dalam keluargamu.
En, aku pun udah punya orang yang lebih ngertiin aku.
|
|
Dengan rasa kesel aku pun membalas SMS yang datang darinya.
Pesan yang datang darinya akhirnya dengan karier yang aku
Tidak pernah aku pedulikan tekuni itu membuahkan hasil yang
Lagi. Aku hanya ingin pusat manis, yang bisa membuat keluar-
Kan perhatianku pada tang- gaku tersenyum lagi terutama
gung jawabku sebagai guru. kedua orang tuaku. Karena cita-
Dengan begitu aku bisa lepas cita jadi PNS terkabul. Kini trage
dan melupakan semua kenangan di yang bagaikan pahitnya empe-
pahit dan manis itu bersamanya. du berbuah mutiara yang berkilau.
▼▼▼
▼▼▼
IDENTITAS PENULIS
Nama : Hastuti, S. Pd
Tempat tanggal lahir : Pekkabata, 22 April 1982
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jl. Talitti Utara No. 140 Pekkabata.
Kec. Duampanua
Kab. Pinrang
Sul-Sel 91253.
Riwayat pendidikan :
SD : 1990-1996
SMP : 1996-1999
SMA : 1999-2002
S1 : 2004-2008
Pekerjaan : Guru
Agama : Islam
Kewarganegaraan : Indonesia
Suku : Bugis
Anak ke : Delapan
Jumlah Saudara Kandung : Delapan
Suami : Aznhyl Jimmy DJ, S.Pd.
Nama Orang Tua :
Ayah : H.Abd. Muis
Ibu : Hj. St. Radiah
Hand Phone : 081 355 295 410
Telp. Rumah : (0424) 3913146